Israel Lebih Menghargai Tikus Ketimbang Orang Palestina

Seorang wartawan Timur Tengah, Taufik Rahzen, menuturkan: Jalur Gaza laksana kota yang kehilangan penghuni. Lusuh dan berkabung. Bersama serombongan wartawan yang dikawal ketat tentara “Israel” IDF, saya memasuki kampung perkemahan pengungsi, Al-Burij dan Gaza City, akar gerakan intifadhah.

Saat memasuki perkemahan Al-Burij, kami seperti memasuki sebuah kewaspadaan dan penantian mutlak. Mobil kami berjalan beriringan di tengah mendung dan gerimis, berhenti di pusat kota di simpang jalan. Saya melihat kilatan mata mengintip di jendela yang dibuka tipis.

Tiba-tiba, satu, dua, dan tiga batu melayang ke arah kami. Takashi Matsukawa dari Tokyo Shimbun, yang berdiri di samping saya, tersungkur terkena bahunya, kemudian berlari ke dalam mobil. Hampir dua puluh tentara IDF, umumnya masih muda remaja, berlari mencari arah batu. Semua wartawan berlari mengikuti. Mencoba merekam peristiwa. Tapi, nihil. Batu-batu itu seolah muncul dari semua arah.

Tiba-tiba, pintu di depan saya terbuka perlahan. Inilah pertama kalinya saya melihat utuh lelaki Palestina di perkemahan itu. Penampilannya lebih tua dari umurnya. Wajahnya bak peta derita Palestina selama ini. Saya mencoba mengucap salam untuk menunjukkan identitas sebagai sesama Muslim. Ia memandang saya ragu-ragu dan tak menjawab. Kemudian ia mulai berceloteh nyaring. Di balik punggungnya, ia menggendong seekor anak tikus yang masih hidup.

Saya tidak mengerti apa yang dikatakannya. Sementara itu, para wartawan dan tentara mulai berkumpul ke arah kami. Ia berteriak dan terus berceloteh. Tak peduli pertanyaan wartawan dan ancaman tentara. Saya mengira, ia ingin mengatakan sesuatu perihal kesulitan bahan makanan, hingga harus mengunyah daging tikus. Namun, karena ia mengucapkan berulang-ulang dengan gagah, saya mulai ragu.

Supir kami mencoba menerjemahkan kata-kata lelaki itu, “Lihat tikus ini! Ia punya liang dan kebebasan ke mana pun mau bergerak. Mereka punya rumah dan kesempatan. Sementara kami, manusia yang hidup, telah kalian rampas kebebasannya. Kalian sekap kami dalam rumah tanpa dapat melihat matahari, tanpa cahaya. Tikus saja dapat melihat cahaya. Kalian lebih menghargai tikus ketimbang kami. Allah Mahabesar!”

Sumber: Suara Palestina Newsletter
www.ejajufry.wordpress.com