Sayyidah Zainab as

Zainab as tumbuh menjadi wanita muda berperawakan tinggi. Namun mengenai karakter fisik beliau, sedikit yang diketahui.
Pada peristiwa Karbala, dimana saat itu beliau telah berumur sekitar lima puluh tahun, beliau terpaksa harus keluar tanpa menggunakan cadar. Saat itulah beberapa orang yang melihat beliau mengatakan bahwa beliau bagaikan matahari yang bersinar.
Dalam karakter, belaiu merefleksikan sifat-sifat terpuji orang-orang yang membesarkannya. Dalam hal ketenangan, beliauseperti Sayyidah Khodijah as, neneknya. Dalam hal kesucian dan kesederhannan, belaiu seperti ibunya, Fatimah Az-zahra as. Dalam kefasihan, beliau seperti ayahnya Ali Bin Abi Thalib as.Dalam hal ketabahan dan kesabarannya, beliau seperti saudaranya, Al-Hasan as. Dan dalam keberanian dan ketenangan hati, beliau seperti saudaranya, Al-Husain as. Sementara wajahnya merupakan pancaran pesona ayahnya dan keindahan kakeknya.
SAat pernikahan, beliau dipersunting oleh sepupunya Abdullah bin Ja’far Ath-thayyar dalam sebuah upacara pernikahan yang sederhana. Abdullah dibesarkan dalam perawatan Rasulallah saw. Setelah beliau saw wafat, Imam Ali as yang kemudian menjaga dan membimbingnya, hingga ia mencapai usia muda. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda menjadi seorang pemuda tampan dengan tingkah laku yang menyenangkan. Ia pun dikenal ramah terhadap tamu dan dermawan terhadap kaum miskin.
Pasangan muda ini memiliki lima anak, empat lelaki yaitu ali, Aun, Muhammad, dan abbas; serta seorang perempuan yaitu Ummu Kultsum.
Di MAdinah, Zainab as sering mengadakan pertemuan ( Majlis ) dengan para wanita, di man belaiu membagi pengetahuan dan mengajarksn aturan-aturan islam yang terdapat dalam Al-qur’an. Majlis beliau tidak pernah sepi dari pemgunjaung. Beliau begitu mampu menyampaikan pelajaran secara jelas dan fasih, sehingga belaiu pun digelari al-fashihah dan al-Balighah.
Pada 37 H, Imam Ali as pindah ke Kufah setelah secara de facto terpilihsebagai khalifah. Kepindahan beliau ini juga ditemani oleh Zainab as dan suaminya.
Reputasi beliau sebagaiseorang guru telah tersebar luas. Karena itu, diman pu majlis beliau selalu dipenuhi oleh para wanita, yang ingin mengambil manfaat dari pengetahuan, kearifan, dan kepiawaian beliau dalam menyampaikan tafsir Al-Qu’an.
Kedalaman dan kekokohan beliau dilukiskan oleh keponakannya, Imam Ali zainal Abidin as, bahwa beliau ‘Alimah Ghairu Mu’allamah ( berpengetahuan tanpa diberi tahu ).
Zainab as juga memiliki panggilan Az-zahidah dan Al-Abidah, karena kezuhudandan ketekunannya dalam beribadah. Beliau tidak pernah tertaik padakenikmatan duniawi. Sebaliknya, beliau sangat bergirah untuk mengejar akhirat. Belaiu sering berkat bahwa baginya dunia adalah tempat peristrahat sementara untuk melepas letih dalam perjalanan. Beliau begitu sederhana dan berakhlak tinggi . Perhatian utamanya adalah berupaya keras untuk menyenangkan Allah, yang dalam melakukan itu beliau menghindari segala sesuatu yang meragukan walaupun sangat kecil.

Al-Husain Bin Ali, Sayyidusy-syuhada ( Bagian I )

Nama : Al-Husain
Gelar : Ayyidusy syuhada’
Nama Julukan : Aba Abdillah
Nama Ayah : Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib
NAma Ibu : Fatimah Putri Rasulallah
Kelahiran : Madinah ; Kamis, 3 Sya’ban tahun ke -4 H
Wafat : Syahid di Karbala pada usia 57 tahun, Jum’at, 10 Muharram 61 H dan dimakamkan disana.

Di rumah Nabi, yang memberikan baying-bayang terbaik dari kedua alam – surga dan bumi – seorang anak yang mendatangkan manfaat bagi umat manusia seakan-akan dia adalah “ Jejak Allah “ yang membayangi bumi, lahir di suatu malam di bulan Sya’ban. Ayahandanya adalah Imam Ali ra. Teladan kebajikan bagi sahabat-sahabatnya dan yang paling berani melawan musuh islam; sedang ibundanay Sayyidah Fatimah ra, Petri bungsu Nabi suci, yang mewarisi sifat-sifat ayahnya.

Imam Husain ra adalah Imam keturunan Rasul yang ketiga.Ketika kabar baik tentang kelahirannya sampai kepada Nabi suci Saw, beliau dating kerumah Fatimah, memangku anak yang baru lahir itu, membacakan adzan dan iqamah berturut-turut ditelinga kanan dan kirinya, setelah melakukan acara aqiqah, beliau memberi nama anak itu Al-Husain, memenuhi perintah Allah.
Abdullah bin Abbas menceritakan : “ Pada hari itu juga ketika Imam ?Husain lahir,Allah memerintahkan Jibril untuk turun ke bumi dan mengucapkan selamat kepada Nabi Suci atas nama Allah dan atas namanya sendiri. Ketika turun, Jibril melewati sebuah pulau yang di dalamnya Malaikat Futrus dibuang karena lambatnya membentuk satu panitia yang ditugaskan oleh Allah. Sayapnya dicabut dan dibuang ke pulau tersebut dan tetap tinggal disana selama beberapa tahun dengan berdoa dan beribadah kepada Allah dan memohon ampunan-Nya.

“ Ketika Malaikat Futrus melihat Jibril, dia memanggil : “ Hendak kemana anda, hai Jibril? Jawab Jibril, ‘Husain, Cucu Muhammada telah lahir : KArena itulah aku di perintahkan oleh Allah untuk menyampaikan selamat kepada Rasul-Nya, ‘ jawab Jibril. Lalu Malaikat Futrus berkata, ‘ dapatkah nada membawa saya bersamamu ? mudah-mudahanmau memohonkan ampun bagi saya Kepada Allah. ‘Jibril membawa Malaikat Futrus bersamanya dating kepada Nabi suci, memberikan selamat kepada beliau atas nama Allah dan atas nama dirinya sendriri, dan menyerahkan perkara Malaikat Futrus kepada belau. Nabi Suci berkata kepada Jibril, ‘suruhlah Malaikat Futrus untuk menyentuh anak yang baru lahir itu.’ Setelah melaksanakan hal tersebut, Malaikat Futrus dengan segera memperoleh kembali sayapnya, memperoleh ampunan Allahdan memuji-muji Allah, Nabi Suci serta cucunya yang baru lahir, lau terbang ke surga.”

Hasan dan Husain, dua putra Imam Suci Ali bin Abi Thalb dan Fatimah, yang bercahaya, dihormati dan dipuja sebagai para pemimpin kaum muda disura sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Suci.

Sumber : 14 Manusia Suci

By alisyatir Posted in Tokoh

Wasiat Imam Ali kepada Imam Hasan dan Imam Husain

Ketika Imam Ali menderita luka-luka menuju kepada kematian, karena pedang beracun Abdurahman bin Muljam, disaat-saat terakhir, Imam Ali berwasiat kepada Imam Hasan dan Imam Husain ra :

“Aku berwasiat kepada kalian berdua agar takut kepada Allah, dan janganlah kalian bersangatan dalam menginginkan ( kesenangan ) dunia ini, sekalipun mengejar-ngejar kalian. Janganlah kalian menyesali segala sesuatu didunia ini yang telah mengingkari kalian. Katakanlah kebenaran dan berlakulah ( dalam pengharapan ) untuk pahala. Jadilah musuh penindas, dan jadilah penyokong bagi yang tertindas.”

“ Aku berwasiat kepada kalian berdua dan seluruh anak-anakku serta anggota keluargaku dan setiap orang yang kepadanya tulisanku sampai,untuk taktkepada allah, menjaga urusan-urusanmu sebaik-baiknya, dan peliharalah hubungan-hubungan baik diantara kalian karena aku telah mendengar datukmu ( Nabi suci ) berkata : perbaikilah atas perbedaan-perbedaan itu adalah lebih baik daripada shalat dan puasa sunnah.”

“ ( Takutlah kepada Allah ,dan ingatlah Allah berkenaan dengan anak yatim. Jangan biarkan mereka kelaparan, dan tidak boleh menjadi rusak dalam pemeliharaanmu.”

“ ( Bertakwalah ) kepada Allah dan ingatlah akan Allah tentang tetanggamu , karena mereka yang menjadi sasaran nasehat Rasulallah. Beliaupun begitu memperhatikan mereka, sekaligus kami mengira bahwa beliau akan memasukkan mereka sebagai ahli waris.”

“ ( Bertakwalah ) kepada Allah dan ingatlah akan Allah berkenaan dengan Al-Qur’an. Tak seorangpun boleh mengungguli kalian dalam mengamalkannya.”

“ ( Takutlah ) kepada allah dan ingatlah Allah tentang shalat, karena shalat adalah tiang agamamu.”
“( Bertaqwalah ) kepada Allah dan ingatlah kepada Allah mengenai jihad denagn harta, jiwa dan lidah kalian dijalan Allah .“
“ ( Bertaqwalah ) kepada Allah dan ingatlah kepada Allah berkenaan dengan rumah Allah ( Ka’bah ): jangan mengabaikannya sepanjang hidup kalian, karena jika ditinggalkan maka kalian tidak akan selamat.”
“ Kalian harus memegang teguh pertalian kekeluargaan dan gunakan juga hal itu kepada orang-orang lain. Jangan berhenti untuk berusaha mendapatkan kebajikan dan melarang kejahatan, agar orang jahat tidak mendapatkan kedudukan diatas kalian. Jika tidak demikian, dan kalian hanya berdoa, maka doa itu tidak akan di terima.”

Sumber : 14 Manusia suci

By alisyatir Posted in Tokoh

Fatimah Al-Batul AS

Nama : Fatimah
Gelar : Az-zahra, Al-Batul, Ummul Al-Aimmah, Ummu Abiha, Sayyidah Nisa’ Al-‘Alamin,Ash-Shiddiqah, Al-Mubarokah, At-Thahirah, Az-zakiyah, Ar-Rhodiyah, Al-Mardiyah, Al-Muhadditsah,
Ayah : Muhammad Rosulullah
Ibu : Khadijah Al-kubro
Tempat, tanggal lahir : Makkah, Jum’ah 20 Jum’adil Tsani
Hari/Tanggal Wafat : Selasa, 3 Jumadil Tsani tahun 11 H
Usia : 18 tahun
Anak : 4 orang, 2 putra(Al-Hasan dan Al-Husain) dan 2 putri(Zainab dan Ummu Kultsum)

1. Kelahiran

Fatimah adalah putri bungsu Muhammad, ia adalah bidadari dalam wujud manusia, sebagaimana sabda Nabi Saww: “Ketika aku mir’raj ke langit maka Jibril memegang tanganku dan membawaku masuk ke dalam surga, dia(Jibril) memberiku kurma rutob dan aku memakannya, lalu kurma itu berubah menjadi air mani di dalam tulang sulbiku, dan ketika aku turun ke bumi aku berhubungan dengan Khadijah dan akhirnya ia mengandung Fatimah a.s. dan Fatimah adalah manusia bidadari. Setiap kali aku rindu akan harum semerbaknya surga maka aku cium bau harumnya putriku Fatimah”.
Menurut sebuah riwayat yang berasal dari Imam Shadiq a.s. Fatimah a.s. dilahirkan pada tanggal 20 jumadil Akhir, pada waktu Nabi berusia 45 tahun,ia tinggal di Mekah selama 8 tahun, dan di Madinah 10 tahun, dan ditambah 75 hari setelah ayahnya wafat. Beliau a.s. wafat pada hari selasa, tanggal 3 Jumadil Akhir tahun 11 H. juga sebuah riwayat yang berasal dari Imam Shadiq a.s. mengatakan bahwa Fatimah a.s. disisi Allah mempunyai 9 nama, yaitu Fatimah, Ash-Shiddiqah, Al-Mubarokah, Ath-Thahirah, Az-zakiyah, Ar-Rhodiyah, Al-Mardiyah, Al-Muhadditsah, dan Az-Zahra…
Sewaktu kelahiran Fatimah, Khadijah menggambarkan sebagai berikut : “Pada waktu kelahiran Fatimah, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraisy tetanggaku, untuk menolong. Mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah mengkhianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan aku terkejut luar biasa ketika aku melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya di sekitar mereka mendekati aku. Mendapati aku dalam kecemasan, salah seorang dari mereka menyapaku, ” Wahai Khodijah! Aku adalah Sarah ibunda Ishaq, dan tiga orang yang bersamaku adalah Maryam ibunda Isa; Asiah, putri Muzahim; dan Ummu Kultsum saudara perempuan Musa. Kami semua diperintahkan oleh Allah untuk menguraikan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia.”sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fatimah lahir.
Dalam suatu riwayat lain Dari Mufadhol bin Umar berkata “Aku bertanya kepada Abu Abdillah Ashodiq a.s. tentang kelahiran Fatimah beliau bersabda : “Sesungguhnya ketika Khadijah menikah dengan Rosulullah Saww dia diejek oleh wanita-wanita Mekah, mereka tidak masuk ke tempatnya tidak mengucapkan salam kepadanya dan tidak membiarkan seorang wanitapun masuk ke tempatnya, sehingga Khadijah menjadi risau karenanya. Ia berduka dan bersedih hati jika Rosul Saw keluar rumah. Maka ketika ia mengandung Fatimah, bayi dalam kandungannya menjadi temannya. “Pada suatu hari Rosul Saw masuk dan mendengar Khadijah berbincang-bincang dengan bayi dalam kandungannya. Beliaupun bertanya kepadanya;” Wahai Khadijah siapa yang berbicara denganmu? ‘ Janin yang berada dalam perutku ia berbicara padaku dan menyenangkanku,’ jawab Khadijah. Maka Rosulullah Saw berkata kepadanya, ”Malaikat Jibril memberi kabar gembira bahwa bayi itu perempuan. Ia orang suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para imam Ummat yang ia jadikan mereka itu khalifah-Nya di bumi-Nya setelah terputus wahyu-Nya. Hari-hari kehamilan berjalan terus. Tibalah saat melahirkan. Khadijah mengutus seorang ke tempat wanita Quraisy dan Bani Hasyim agar mereka datang dan menolongnya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap wanita-wanita lain. Tapi mereka mengirim utusan kepadanya dan mengatakan; “Kamu telah membantah kami dan tidak mau mendengarkan omongan kami. Kamu menikah dengan Muhammad anak yatim Abu Tholib, seorang miskin yang tidak punya harta. Maka kami tidak datang dan kami tidak akan mengurus urusanmu apa saja.” Khadijah menjadi sedih. Ketika ia dalam keadaan demikian, turunlah ketempatnya wanita-wanita yang tinggi mirip wanita-wanita Bani Hasyim. Khadijah merasa takut. Lalu salah seorang dari mereka berkata,” Jangan sedih, wahai Khadijah. Kami diutus Tuhanmu kepadamu dan kami adalah saudara-saudaramu.” Aku adalah Sarah, dan ini adalah Asiyah binti Muzahim dia temanmu kelak di sorga, dan ini Maryam binti Imran dan ini Ummu Kultsum saudara perempuan Musa a.s. Khadijah pun melahirkan Fatimah dalam keadaan suci dan disucikan. Ketika bayi itu lahir, bersinarlah cahaya darinya dan tidak ada satu tempat pun di Bumi, di sebelah timur maupun barat, melainkan bersinar dengan cahaya itu. Fatimah a.s .tumbuh dan berkembang sehari tapi bagaikan sebulan untuk bayi lainnya dan sebulan bagaikan setahun.”
Pada masa jahiliyah Khadijah bernama Thahirah (Wanita suci) dan juga Sayyidah Nisa’ Quraisy (Pemuka wanita Qurasiy), Bundanya Khadijah, seorang wanita yang dilahirkan oleh ayah dan Ibu yang berbangsa Quraisy. Khodijah pernah menikah dua kali sebelum menikah dengan Nabi Muhammad Saww. Suami khadijah yang pertama adalah Abu Halah an-Nabasy bin Zararah, dan yang kedua adalah ‘Atiq bin ‘Abid Al-Makhzumi, dari perkawinannya yang pertama, ia melahirkan seorang putra yang bernama Hindun (Menurut kebiasaan Arab, nama “Hindun” dapat dipergunakan bagi pria dan wanita). Dalam perkembangan selanjutnya, Hindun Putra Abu Halah ini masuk Islam dan mengikuti perkembangan Islam, Imam Husain a.s. – riwayat lain mengatakan imam Hasan a.s. – pernah mengatakan bahwa Hindun terkenal sebagai orang yang pandai sekali menceritakan sejarah perkembangan Islam dengan segala kebesarannya. Ia pandai pula melukiskan keluhuran dan keagungan budi pekerti Rosul Saww. Hindun pernah berkata :”Aku adalah putra dari seorang ayah dan ibu yang paling mulia; saudara dari laki-laki dan perempuan yang termulia. Ayahku adalah Rosulullah, saudaraku Qasim, adik perempuanku adalah Fatimah, ibuku Khadijah, semoga Allah menganugerahkan ridha-Nya pada mereka semua.”Hindun juga hadir pada peperangan Badar bersama Nabi, dan Syahid pada “perang unta” (Waqatul Jamal) sebagai prajurit Imam Ali a.s, ketika bertempur melawan pasukan Thalhah, dan Zubair.
Dari suami yang kedua, Khadijah memperoleh seorang putri yang diberi nama juga Hindun, ia juga diberkahi nikmat Iman dan Islam, dan termasuk salah seorang sahabat wanita yang terkenal. Setiap penulis yang menceritakan tentang Khadijah jarang sekali menyentuh bagian ini dalam menceritakan tentang kehidupan Khadijah, padahal peran mereka sangat besar. Karena kebanyakan penulis itu beranggapan bahwa kemuliaan yang dimiliki oleh Khadijah hanya sejak ia menjadi istri Nabi, padahal sebelum pengutusan Nabi, Khadijah termasuk pengikut agama yang lurus, bahkan saudara sepupunya (Waraqah bin Naufal) adalah seorang pengikut agama Nasrani yang lurus, dan ayahnya Khadijah, Khuwailid terkenal keberaniannya ketika ia menantang Raja Tubba yang hendak memboyong hajar Aswad dari Mekah ke Yaman. Meskipun Raja Tubba mempunyai pasukan yang kuat, tapi Khuwailid tetap teguh mempertahankan benda suci lambang agama kaum Quraisy itu. Keberanian dan keteguhan Khuwailid yang dilandasi cinta kepada “Agama” tampak diwarisi Khadijah, ketika ia dengan penuh kasih sayang menyambut suaminya Muhammad sepulang dari Gua Hira.
Suatu hari Malaikat Jibril datang kepada Rosulullah Saww sambil mengirimkan salam Tuhan untuk Khadijah. Nabi menyampaikannya kepada Khadijah: Wahai Khadijah, ini adalah Jibril yang mengirimkan salam Tuhannya untukmu.” Khadijah menjawab: “Allah adalah as-salam, dari-Nya Salam dan untuk Jibril juga salam. Inilah rumah tangga yang dimana Malaikat rahmat selalu hadir untuk memelihara seorang anak yang kelak menjadi anutan ummat manusia. Ia adalah seorang anak Quraisy yang gagah perkasa, yang dimusuhi kaumnya karena membawa agama “baru”. Disinilah rencana Ilahi itu dimulai untuk disampaikan kepada maksud. Keberadaan Ali bin Abi tholib a.s. di rumah Khadijah tidak lepas dari rencana Ilahi yang ingin menyiapkannya menjadi manusia agung, ia adalah pendamping hidup Fatimah, dan seorang yang pertama beriman kepada Nabi, Al-Washi yang menjadi pewaris nabi, seorang Imam dan putra-putranya juga seorang imam.
Diriwayatkan dari Imam Ali a.s. beliau bersabda : “Sesungguhnya Rosul SAWW ditanya tentang arti Al-Batul? Beliau berkata: “Al-Batul adalah yang tidak pernah datang bulan (selama hidupnya) karena datang bulan adalah makruh bagi para putri Nabi”. Makna lain dari Al-Batul adalah wanita yang melepaskan diri dari dunia secara total, dan hanya mengabdikan dirinya kepada Allah semata-mata, Maryam dan Fatimah disebut Al-Batul karena keunggulan mereka dalam hal sifat dan agama di atas wanita-wanita di zamannya; dan karena pengabdian total mereka kepada Allah dengan cara meninggalkan dunia. Umar bin Ali pernah meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi ditanya tentang makna Al-Batul, karena Nabi menyebut Maryam Al-Batul dan Fatimah Al-Batul. Apa arti Al-Batul itu sesungguhnya? Nabi bersabda :”Al-Batul berarti bahwa wanita tersebut tidak pernah melihat darah haid dalam dirinya. Sebab haid adalah tidak terpuji bagi putri-putri nabi.” Asma’ binti Umais pernah bertanya kepada Nabi tentang apa yang dilihatnya dari diri Fatimah yang tidak mengeluarkan darah Nifas saat melahirkan anaknya. Nabi bersabda: “Wahai Asma’! Fatimah diciptakan Allah sebagai bidadari yang berbentuk manusia (haura’inssiyyah). Tahukah Anda bahwa Fatimah adalah wanita suci dan disucikan Allah?”. Nabi Saww bersabda : “Allah telah menciptakan Fatimah sebelum menciptakan Bumi dan Langit. Sebagian sahabat bertanya,” Ya Rosulullah! Bukankah dia adalah manusia biasa?””Dia adalah bidadari berbentuk manusia.”Jawab Nabi. Diantara tanda-tanda bidadari yang ada pada dirinya adalah bahwa dia tidak pernah melihat darah yang keluar dari rahimnya. Sama seperti para bidadari yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an : “Mereka tidak pernah disentuh oleh makhluq manusia dan Jin sebelum itu …”(QS:55:74). Sejarah juga telah membuktikan bahwa bahwa Nabi sering memanggil Fatimah dengan sebutan “Fatimah Ummu Abiha”, dan memperlakukan putrinya ini bagaikan ia memperlakukan ibunya sendiri. Ummu Salamah berkata : “Ketika Nabi menikahiku, ia menyerahkan putrinya Fatimah kepadaku. Akulah yang membesarkan dan mendidiknya. Demi Allah! Dia lebih beradab dan terdidik dibanding aku; dan dia lebih alim dalam segala hal ketimbang diriku.” Ketika Khadijah melahirkannya, dilihatnya putrinya ini mempunyai wajah yang serupa dengan wajah ayahnya yang agung. Khadijah merasa sangat bahagia dan melihatnya sebagai keberkahan yang sangat besar dari Allah Swt untuk dirinya dan keluarganya. Seorang penyair berkata :
Matahari bersembunyi di balik awan
Karena bersimpuh malu akan cahaya Fatimah
Ranting-ranting bersembunyi di balik dedaunan
Lantaran malu akan sifat-sifat utama Fatimah
Fatimah terlahirkan sebagai manusia yang suci dan disucikan, Allah menghendaki agar Fatimah menyaksikan masa-masa pertarungan dakwah Islam di Makkah dan ujian yang harus dihadapi ayahnya. Dia menyaksikan sendiri tekanan yang dan siksaan yang dialami ayahnya, berikut lingkungan makkah yang sangat memusuhi Nabi Allah. Fatimah mengalami semua itu pada usianya masih kanak-kanak, ia mengalami cobaan yang berat yang dialami ayahandanya, sesudah kehilangan orang yang sangat dicintainya, yakni ibunda yang selama ini bisa meringankan derita hidup yang mesti dihadapinya. Kemudian ditinggalkan pula oleh pamannya, Abu Tholib, pelindung dan pembelanya. Semasa hidupnya Abu Tholib tidak ada seorang Quraisy pun yang dapat mengganggu Nabi dalam dakwahnya, sebagaimana sebuah perkataan Nabi, “Orang-orang Quraisy tidak pernah bisa melakukan sesuatu pun yang tidak aku sukai, sampai saat wafatnya Abu Tholib”. Orang Quraisy begitu berani kepada Nabi, bahkan menaburkan debu ke muka beliau, nabi pulang ke rumahnya dalam keadaan seperti itu, dan Fatimah kecil menyaksikannya, perbuatan kaum Quraisy itu begitu menyakitkan Fatimah, Fatimah merasakan beratnya beban yang diderita ayahnya, dia mendekati ayahnya, lalu debu-debu itu di hapusnya dari wajah dan kepala ayahandanya. Tangan fatimah yang mungil itu menyentuh wajah ayahnya dan membersihkan debu yang melekat pada wajah dan muka ayahnya, ya tangan kecil seorang bocah 6 tahun, wanita mana lagi kalau bukan seorang bidadari yang Allah anugerahkan kepada Muhammad agar ia selalu merasakan semerbak surga di hadapannya. Kesedihan demikian memuncak, sehingga pecahlah tangisnya yang memilukan atas perlakuan orang-orang jahiliah terhadap orang yang bermaksud mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya petunjuk. Sikap Fatimah itu sangat berpengaruh pula terhadap jiwa ayahnya, Rosulullah Saww. Rosulullah merasakan betapa penderitaan itu menindih hati anaknya. Rosulullah selalu mendorongnya untuk sabar dan tabah, Rosulullah membentangkan kedua tangannya yang mulia, lalu meletakkannya di atas kepala puterinya. Dengan penuh kasih sayang, diusap-usapnya Kepala puterinya, seraya berkata, “Anakku, janganlah engkau menangis, karena Allah selalu melindungi ayahmu ini. Dia-lah penolong ayahmu dalam membela agama dan risalah-Nya.” Dan banyak lagi peristiwa yang dialami Nabi, dan Fatimah yang selalu menjadi pembela beliau, bersama seorang anak muda, ‘’Ali, yang menggantikan beliau di tempat tidurnya sewaktu beliau hijrah. Rosulullah Saww memerintahkan ‘Ali untuk menggantikan beliau di tempat tidur dan mewasiatkan kepadanya agar menunaikan amanat beliau kepada yang berhak menerimanya. Sesudah itu ‘Ali harus menyusul beliau berhijrah ke Yastrib dengan membawa Ahlul Bait beliau. ‘Ali melaksanakan amanat tersebut dan membeli kuda-kuda tunggangan untuk kaum wanita. kemudian segera ‘Ali mengumpulkan sanak keluarganya. Kafilah keluarga Hasyim di bawah pimpinan ‘Ali bin Abi Tholib segera bersiap untuk berangkat. Di dalamnya bergabung beberapa orang Fatimah; Fatimah Az-zahra binti Muhammad; Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibunda ‘Ali dan pengasuh beliau), Fatimah binti Az-Zubair bin Abdul Mutholib, dan Fatimah binti Hamzah; dan termasuk yang bergabung pula kepada mereka adalah Ayman dan Abu Waqid Al-Laitsi. Kafilah ini berlindung di bawah tajamnya pedang Haidar Arab, ‘Ali, penghancur berhala dan kejahiliahan. ‘Ali berangkat secara terang-terangan siang hari, tidak pada malam hari, tidak peduli ancaman dan hinaan kaum Quraisy. Pemuka-pemuka Quraisy mendapat tantangan yang luar biasa karena tantangan kekuatan dan kehebatan mereka dengan berangkat hijrah di siang hari. Ya begitulah keadaannya, karena itu Quraisy segera mengirimkan 80 orang prajurit berkuda untuk membunuh Imam ‘Ali as dan menghadang kafilah itu.

2. Nikah
Pernikahan Ali dan Fatimah menurut sabda imam Shadiq a.s. terjadi pada bulan Ramadhan dan mulai membangun rumah tangga pada bulan Zulhijjah, dan menurut riwayat lainnya bahwa pada tanggal 1 Dzulhijjah, tahun kedua hijrah dilangsungkan upacara pernikahan. Dalam Al-Bihar juz 43 dikatakan bahwa pernikahan Fatimah dan ‘Ali terjadi pada tanggal 6 Dzulhijah setelah dua tahun hijrah ke Madinah. Pada waktu menikah Fatimah a.s. berusia 10 tahun, ada juga mengatakan 11 tahun, menurut abul Al-Ashfahani, Ibnu Hajar dan Ibnu Saad, Fatimah menikah pada usia 18 tahun, 5 bulan setelah rosul Saww hijrah ke Madinah, dan menurut mereka Fatimah a.s. menutup usia pada umur 28 tahun. Berbeda dengan pendapat riwayat dari Ahlul Bait terutama dari Imam Ja’far Shadiq a.s. yang mengatakan bahwa Fatimah wafat pada usia 18 tahun setelah sakit selama 40 hari. Namun semua itu tidak perlu diperdebatkan, tapi sebaiknya kita berpegang pada nash yang dikemukakan oleh ahlul bait, karena mereka lebih mengetahui hal yang demikian.
Diriwayatkan Imam ‘Ali dengan memakai sandal pergi menghadap Rosul Saww yang saat itu berada di rumah istrinya Ummu Salamah. ‘Ali mengetuk pintu, “Siapa itu?” tanya Ummu Salamah. Sebelum ‘Ali menjawab Rosul berkata,” Bangunlah wahai Ummu Salamah! Bukakanlah pintu untuknya dan suruhkah ia masuk. Dia adalah orang yang dicintai dan mencintai Allah dan Rosul-Nya”. “Siapa orang yang engkau sebutkan itu padaku engkau belum melihatnya? “tanya Ummu Salamah keheranan. “Dia bukanlah orang yang bodoh dan kurang pertimbangan. Dia adalah saudaraku dan anak pamanku, juga orang yang paling aku cintai.” Kemudian Ummu Salamah bercerita, maka aku segera berdiri dan aku hampir tersandung pakaianku. Aku membuka pintu. Ternyata ia adalah ‘Ali bin Abi Tholib”. ‘Ali masuk ke tempat Rosul Saww seraya mengucapkan salam kepadanya, “Assalamu alaika, Ya Rosulallah, warahmatullahi wabarokatuh.” Wa’alaikas salam. Duduklah! Jawab Rosulullah Saww. Duduklah ‘Ali bin Abi Tholib di hadapan Rosulullah Saww. Matanya tertunduk ke bawah. Seolah-olah ia ingin menyatakan keperluannya, namun malu untuk menjelaskannya. Tampaknya Nabi Saww mengetahui apa yang ada dalam diri ‘Ali. Beliau berkata, “Wahai ‘Ali, aku pikir engkau datang karena suatu keperluan. Katakanlah keperluanmu. Keluarkan apa yang ada dalam hatimu. Semua keperluanmu akan aku penuhi”. ‘Ali a.s. pun berbicara, Engkau mengetahui bahwa engkau mengambilku dari pamanmu Abu Tholib dan Fatimah binti Asad ketika aku masih kecil. Engkau memberiku makan dengan makananmu dan mendidikku dengan didikanmu, bagiku engkau lebih utama daripada Abu Tholib dan Fatimah binti Asad dalam hal kebaikan dan kasih sayang. Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepadaku melalui engkau dan di tangan engkau. Demi Allah engkau adalah kekayaanku dan modalku di dunia dan akhirat.
Wahai Rosulullah Saww, di samping menjadi penolongmu seperti yang telah Allah kuatkan, aku ingin mempunyai rumah tangga dan mempunyai istri agar aku menjadi tenang karenanya. Aku datang kepadamu untuk melamar dengan sungguh-sungguh putrimu Fatimah a.s. Maukah engkau menikahkanku, Wahai Rosulullah Saww?” Berseri-serilah wajah Rosulullah Saww karena senang dan gembira. Beliau mendatangi Fatimah dan berkata; “Sesungguhnya ‘Ali telah menyebut-nyebutmu. Ia adalah orang yang kamu kenal”. Fatimah terdiam. – dalam riwayat lain diceritakan bahwa Rosul mendatangi Fatimah a.s. dan bertanya ,”Anakku! Apakah engkau setuju untuk dinikahkan dengan ‘Ali, sebagaimana diperintahkan Allah?” Fatimah menundukkan kepalanya dengan sopan. Ummu Salamah menceritakan; wajah Fatimah berkembang riang, dan diamnya begitu mendalam sehingga menarik perhatian. – Kemudian Rosulullah berdiri, dengan mengucapkan: “Allahu Akbar. Diamnya adalah tanda bahwa dia setuju.” Wajah Rosulullah berseri-seri karena senang dan gembira. Demikian cerita Ummu Salamah. Beliau tersenyum kepada ‘Ali seraya berkata,”Wahai ‘Ali, apakah engkau memiliki sesuatu agar aku dapat menikahkanmu dengannya?’ Demi Allah, tidak ada yang tidak engkau ketahui tentang aku. Aku hanya memiliki pedang, baju besi, dan ceret. Aku tidak memiliki apa-apa selain ini”. Wahai ‘Ali mengenai pedangmu, engkau membutuhkannya untuk berjuang di jalan Allah dan dengannya engkau memerangi musuh-musuh Allah. Sedangkan ceretmu, engkau mengggunakannya untuk mengairi kurmamu dan untuk kepentingan keluargamu. Aku menikahkanmu dengan baju besimu saja. Dan dia akan senang dengan pemberianmu itu.
Wahai ‘Ali, apakah aku telah membuatmu gembira ?”Ya, engkau telah menggembirakan aku, engkau senantiasa diberkahi dan engkau selalu bijaksana. Mudah-mudahan Allah memberikan kesejahteraan padamu”. Rosulullah Saww mengatakan; “Gembiralah, wahai ‘Ali! Sesungguhnya Allah telah menikahkanmu dengannya di Langit sebelum aku menikahkanmu dengannya di bumi. Sebelum engkau datang, malaikat jibril telah turun kepadaku dari langit dan berkata,” Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah azza wa jalla telah melihat ke bumi, kemudian dia memilihmu di antara ciptaan-Nya dan mengutusmu dengan risalah-Nya. Ia melihat lagi ke bumi, kemudian ia memilih untukmu seorang saudaura, pembantu, sahabat dan menantu. Maka nikahkanlah dia dengan putrimu Fatimah a.s. Malaikat-malaikat di langit menyambut gembira hal itu. Wahai Muhammad sesungguhnya Allah Azza wajalla telah menyuruhku agar aku menyuruhmu menikahkan ‘Ali di bumi dengan Fatimah dan agar engkau memberi kabar gembira kepada mereka berdua dengan akan lahirnya dua orang anak yang bersih, pandai, suci dan paling utama di dunia dan akhirat. Wahai ‘Ali, demi Allah, malaikat itu tidak naik meninggalkanku sampai engkau mengetuk pintu”.
Rosulullah datang dan berkata kepada ‘Ali: “Wahai ‘Ali, pergilah sekarang dan juallah baju besimu. Setelah itu berikanlah uangnya kepadaku sehingga aku dapat mempersiapkan sesuatu yang pantas untuk engkau dan Fatimah”. Imam ‘Ali bercerita “Maka saya pergi dan menjual baju besi itu dengan harga 400 dirham. Kemudian aku menghadap Rosul Saww dan meletakkan uang itu di hadapannya.” Rosulullah memberikannya sebagian uang tersebut kepada Abubakar , dan berkata; “Wahai Abubakar belikanlah dengan uang ini untuk membeli perlengkapan yang pantas untuk Fatimah dan ‘Ali.
Abubakar menceritakan bahwa uang yang diterima Rosulullah sebanyak 63 dirham dibelanjakan bersama Salman dan Bilal. Yang mereka beli adalah: Gamis, Kerudung, sutera hitam, dari khaibar, ranjang yang berpita, dua buah kasur dari tenunan Mesir, yang satu berisi ijuk, yang satu berisi bulu kambing, bantal dari kulit, tirai dari bulu, tikar, gilingan tangan, tempat air dari kulit, bejana dari tembaga, gelas besar untuk susu, wadah kecil untuk air, bejana untuk bersuci yang dilapisi ter, tempayan berwarna hijau, cangkir dan tembikar, hamparan dari kulit, aba’ah (jubah), dan wadah air. Mereka – para sahabat yang ditugaskan itu – mengatakan,” Kemudian semuanya kami bawa dan letakkan di hadapan Rosulullah Saww. Ketika beliau melihatnya, beliau menangis. Lalu beliau mengangkat kepalanya ke langit dan berdo’a, ‘Ya Allah berikanlah berkah kepada kaum yang merasa besar dengan bejana mereka yang terbuat dari tembikar”…Rosulullah bersabda kepada ‘Ali, “Wahai ‘Ali, untuk perkawinan harus ada walimah”. Maka berkatalah Sa’ad, “Saya mempunyai seekor domba.” Lalu sekelompok orang Anshor mengumpulkan beberapa Sha’ bumbu untuknya. Imam ‘Ali bercerita : “Rosulullah mengambil 10 dirham dari uang yang telah diserahkannya kepada Ummu Salamah, beliau menyerahkannya kepadaku seraya berkata,”Belilah minyak samin, kurma dan keju. Aku pun membelinya dan membawanya ke tempat beliau. Lalu beliau menyingsingkan tangannya dan meminta tempat makanan dari kulit. Beliau memotong kurma dan minyak samin dan mencampurnya dengan keju sampai menjadi hais (jenis makanan) kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Ali, undanglah orang yang kamu sukai”, Aku pun berangkat ke mesjid, sahabat-sahabat Rosulullah banyak di sana. Aku berkata,”Pergilah ke tempat Rosulullah’. Mereka semua berangkat ke tempat Rosulullah. Aku berkata kepada Rosulullah bahwa orang yang datang banyak. Beliau lalu menutupi tempat makanan dengan sapu tangan dan berkata kepadaku,” Masukkan mereka ke sini sepuluh orang sepuluh orang.’ Aku melakukannya. Mereka pun makan lalu keluar, dan makanan tidak kurang”.
“Nabi sendiri yang menuangkan makanan, sedangkan Abbas, Hamzah, ‘Ali dan Aqil menyambut orang-orang yang datang. Kemudian Rosulullah Saww meminta piring-piring, lalu mengisinya dengan makanan untuk orang-orang miskin di Madinah yang menghadiri walimah. Kemudian beliau mengambil sepiring dan mengatakan,’ Ini untuk Fatimah dan suaminya” Nabi Saww menyuruh istri-istrinya untuk menghias Fatimah a.s. dan memberinya wewangian. Selanjutnya, beliau memanggil Fatimah dan ‘Ali. Beliau memegang tangan ‘Ali dengan tangan kanannya dan Fatimah dengan tangan kirinya dan menyatukan keduanya di dadanya. Setelah itu, beliau mencium di antara mata keduanya, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di tangan ‘Ali seraya mengatakan,” Semoga Allah memberkahimu, wahai ‘Ali bersama putri Rosulullah Saww. Sebaik-baik istri adalah Fatimah. Wahai Fatimah sebaik-baik suami adalah ‘Ali.
Kemudian Rosulullah Saww menyuruh putri-putri Abdul Mutholib dan wanita-wanita Muhajirin maupun Anshor untuk menemani Fatimah. Mereka disuruh bergembira. Melagukan syair-syair, bertakbir, bertahmid, dan tidak berkata-kata melainkan sesuatu yang diridhoi Allah. Wanita-wanita itu pun masuk ke dalam rumah. Selanjutnya Rosulullah Saww meminta sebuah bejana yang berisi air. Setelah ada, beliau memanggil Fatimah. Beliau mengambil air tersebut dan menyiramkannya di atas kepala Fatimah, kemudian mengambilnya lagi dan memercikkannya di kulitnya. Beliau meminta lagi bejana yang lain untuk ‘Ali dan melakukannya terhadapnya sebagaimana yang dilakukannya terhadap Fatimah. Setelah itu beliau menyuruh mereka berdua berwudhu dan beliaupun pergi. Hati Fatimah merasa terkait kepada ayahnya. Ia pun menangis maka Rosulullah berkata kepadanya,” Apa yang membuatmu menangis? Aku telah menikahkanmu dengan orang yang paling murah hatinya dan paling banyak ilmunya.” Rosulullah Saww kemudian pergi dari tempat mereka berdua. Dan sambil berpegang pada sisi pintu, beliau berkata “Semoga Allah menyucikan kalian berdua dan menyucikan keturunan kalian. Aku akan menghormati orang yang menghormati kalian berdua dan akan memerangi orang yang kalian. Aku titipkan kalian kepada Allah.” Setelah berkata demikian, beliau menutup pintu dan menyuruh para wanita keluar mereka pun keluar, dan beliau meninggalkan rumah puterinya yang mulai saat itu hidup sebagai isteri imam Ali a.s. Mereka tinggal tidak jauh dari kediaman Rosul Saww. Keduanya berada di lingkungan masjid. Tidak jauh dari rumah mereka terdapat rumah Abu Bakar dan Umar. Semuanya mempunyai pintu langsung menuju ke dalam masjid. Untuk menjaga kesucian masjid, Rosul Saww kemudian memerintahkan agar pintu-pintu ditutup mati, kecuali pintu rumah keluarga Imam Ali a.s. Dengan maksud, agar dalam keadaan junub pun, ‘Ali dan Fatimah dapat langsung masuk ke dalam masjid.
Peristiwa ini tentu saja menimbulkan reaksi di kalangan para sahabat. Untuk mengatasi ini, Rosul memberikan penjelasan khusus. Sebuah riwayat yang dikutip oleh Mudzaifah bin Usaid Al-Ghifari menyebut :”Sebagai jawaban atas desas-desus yang terdengar di kalangan sementara sahabat mengenai perintah penutupan pintu-pintu rumah tersebut, Rosul Saww menjelaskan: “Kudengar ada orang-orang yang menyimpan perasaan karena aku telah memerintahkan penutupan pintu-pintu rumah yang langsung ke masjid, kecuali pintu rumah ‘Ali. Demi Allah, Aku tidak mengeluarkan orang-orang itu dan memberikan tempat pada ‘Ali. Tetapi Tuhanlah yang mengeluarkan mereka dan membiarkan ‘Ali di tempatnya.” Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa ketika itu Rosul Allah Saww berkata : “Hai ‘Ali, engkau diperbolehkan tinggal di dalam lingkungan masjid ini seperti aku. Sebab kedudukanmu di sisiku sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja tidak ada Nabi lagi sesudah aku”.
Inilah rumah tangga putri Muhammad yang agung ini, rumah tangga dimana malaikat rahmat selalu datang untuk memberikan salam, setelah pernikahan putrinya dengan Imam ‘Ali as, Rosul tetap mengasuh, menjaga dan membina putri yang hidup bersama suami tercinta. Tidak ada seorang pun, walalupun isterinya, yang mendapatkan perhatian begitu besar seperti Fatimah setelah pernikahannya, ada apa gerangan rencana Ilahi yang akan rosul persiapkan untuk keluarga ini, yang dari segi materi sangatlah miskin. Namun dari segi ilmu, alam semesta pun tak mampu menampungnya, bahkan berguncang karenanya. Mari kita lihat beberapa peristiwa yang menunjukkan besarnya perhatian Rosul Saww kepada putrinya tercinta ini.

Surat cinta Imam Khomeini kepada istri terkasih (mengenal sisi romantis Imam)

Yang tercinta kasihku,
Kupersembahkan jiwaku untukmu…
Saat ini, ketika aku diuji berpisah dari anak-anakku
tersayang dan penguat hatiku, aku kemudian teringat
padamu dan keindahan wajahmu yang terlukis di dalam
cermin hatiku.

Kasihku, Aku berharap semoga Allah senantiasa
menjagamu dan memberikan kesehatan dan kebahagiaan
dalam lindungan-Nya. Sementara untukku, segala
kesulitan yang ada telah berlalu. Alhamdulillah apa
yang terjadi sampai saat ini adalah kebaikan dan
sekarang aku tengah berada di kota Beirut yang asri.
Sejujurnya, ketiadaanmu di sisiku membuat perjalanan
ini menjadi sepi. Dengan hanya melihat kota dan laut
yang ada merupakan pemandangan yang sedap dipandang
mata. Aku tak dapat menghitung betapa besar keharuanku
ketika mengingat kekasihku tidak di sisiku menemaniku
menatap pemandangan indah yang meresap di kalbu.

malam ini adalah malam kedua aku menanti
kapal yang akan membawa kami. Sesuai dengan ketentuan
yang ada, keesokan hari akan ada kapal yang bertolak
dari sini ke Jeddah. Sayangnya, karena kami agak
terlambat sampai di sini harus menanti kapal yang
lain. Untuk saat ini apa yang harus dilakukan belum
jelas. Aku berharap semoga Allah dengan belas
kasih-Nya kepada kakek-kakekku yang suci, sebagaimana
Ia mensukseskan perjalanan seluruh hamba-Nya untuk
melaksanakan haji, memberikan kesempatan yang sama
pula kepada kami.

Dari sisi ini aku agak sedikit sedih dan gelisah,
namun alhamdulillah kondisiku sehat bahkan semakin
baik dan lebih meyakinkan. Sebuah perjalanan yang
indah, sayangnya dan sekali lagi sayangnya, engkau
tidak bersamaku di sisiku. Hatiku merindukan putramu
(Sayyid Musthafa). Aku sangat berharap bahwa mereka
berdua senantiasa selamat dan bahagia di bawah
lindungan dan bimbingan Allah swt.

Bila engkau menulis surat kepada ayahmu dan ibu serta
nenekmu sampaikan salamku juga kepada mereka. Aku
telah menyiapkan diriku menjadi pengganti ziarah
kalian semua. Sampaikan juga salamku kepada adikmu
Khanum Shams Afagh. Dan lewat adikmu sampaikan salamku
kepada Agha Alavi. Sampaikan salamku kepada Khavar
Sultan dan Rubabeh Sultan. Katakanlah kepada mereka
tentang lembaran lain dari surat ini untuk disampaikan
kepada Agha Syaikh Abdul Husein.

Semoga hari-hari kalian dilalui dengan panjang umur
dan kemuliaan.

Duhai kasihku…
Belahan jiwaku…

Ruhullah saat ini bak gambar kosong yang sedang
menanti keberangkatan yang tak kunjung datang.

(Surat ini ditulis pada bulan Farvardin tahun 1312)

Ini adalah Puisi Imam Tentang pencari cinta

KERUMUNAN PEMABUK

Di sekitar sufi tak kutemukan
Kelezatan yang kudamba
Di biara tak terdengar
Musik yang cinta mencipta

Di madrasah tak bisa kubaca
Buku apa saja dari si sobat
Di menara susah sungguh ditemukan
Suara darinya untuk disimak

Dalam cinta-buku tak kulihat
Wajah cantik bertutup cadar
Dalam susastra-suci tak kudapat
Jejak-jejak sang nasib

Di rumah berhala sepanjang usia hamba
Dalam kecongkakan terhabiskan saja
Dalam perkumpulan sesama kulihat
Tak penawar tak juga lara

Lingkar pencinta kujelang musti
Pelipur lara mungkin di sana
Dari kebun mawar sang kekasih
Sepoi angin atau sebentuk jejak

“Aku”dan ” Kita,” dari akal keduanya
Dialah tali tuk memintalnya
Dalam kerumunan para pemabuk
Tak ada “Aku” tak pula “Kita”

By alisyatir Posted in Tokoh

Tentang Hojjatul Islam Sayyid Mohammad Khatami

uSayyid Khatami dilahirkan pada tahun 1942 di Ardakan, provinsi Yazid, dalam sebuah keluarga yang religius. Ayahnya, Ayatullah Al-Uzhma Ruhullah Khatami, merupakan seorang tokoh agama yang sangat berpengaruh. Mohammad Khatami menikah pada tahun 1974 dan memiliki dua orang putrid dn seorang putra.

Setelah merampungkan pendidikan SLA pada tahun 1961, sayyid khatami pergi ke kot suci Qum untuk mempeljari teologi dan kemudian melanjutkan studi keagamaanya di Isfahan pada tahun 1965, Ia memperoleh gelar sarjana dibidang Filsafat dari Universitas Isfahan pada tahun 1969. pada thun 1970. Ia memulai studi tentang pendidikan di Universitas Teheran dan berrhasil memperoleh gelar Master. Kemudian ia kembali ke Qum untuk melanjutkan studi Filsafatnya. Di samping Bahasa Arab, Ingris dan Jerman.

Sayyid Khatami terlibat dalam aktivitas politik dan kampanye anti-syh dengan menyipkn, menggandakan dan menyebarkan pernyataan-pernyataan politik, khususnya yang diisukan oleh pendiri Republik Islam, Imam Khomeini. Sayyid Khatami memulai aktivitas politiknya pada Asosiasi pelajar muslim dari Universitas Isfahan. Ia bekerja sama dengan putra Imam Khomeini Hojjatul Islam Ahmad Khomeini dan Syahid Mohammad Montazeri.

Sayyid khatami memimpin pusat Islam Hamburg di jerman sebelum kejayaan Revolusi Islam 1970, sebgi usuln dari Syahid Mohammad Behesyti. Pusat ini berkembang menjadi pusat kampanye ketika Imam Khomeini pergi ke prancis. Ia mewakili konstitusi Ardakan dan Meibod dalam Majelis parlemen pada tahun 1980. Ia ditunjuk sebagai kepa;a institusi Kayhan oleh Imam Khomeini pada tahun 1981.

Dalam tahun 1982, ia ditunjuk sebagai Mentri Budaya dan Bimbing Islam Selama cabinet Mirhossein Mousavi. Dalam periode perang dengan irak 1980-1981, ia melaksanakan berbagai tanggung jawab antara lain sebagai Deputi dan Kepala Komando Bersama Angkatan Bersenjata dan pemimpin kepala propaganda perang. Sekali lagi sayyid khatami ditunjuk sebagai Mentri Budaya dn Bimbingan Islam oleh presiden terdahulu, Rafsanjani, pada tahun sebagai penasihat budaya bagi presiden Rafsanjani dan kepala perpustakaan Nasional Iran.

Sayyid khatami terpilih menjdi presiden Republik Islam Iran yang kelima pada buln Mei 1997 dengan meraih 20.078.178 suara, hamper 70 persen dari seluruh suara.

Sejauh ini, Khatami telah menghasilkan sejumlah artikel dan buku. Dan ia menaruh perhatian besar kepada karya-karya Al-Farabi, Mulla-Sadra, Syaikh Anshari, dan Hafizh.[]
images

By alisyatir Posted in Tokoh

Bunda Khodijah Al Kubro A.S Penghulu Wanita Semesta

Kami menyadari tulisan ini tidak mungkin cukup untuk menggambarkan kemuliaan Sayyidah khodijah a.s, tapi inilah upaya yang bisa kami lakukan untuk membesarkan dan memuliakan ibunda a.s, semoga bermanfaat

Khadijah a.s, istri Rasulullah saw., merupakan sosok yang sangat agung. Sayyidah Khadijah adalah wanita Quraisy yang nasabnya paling terhormat, paling kaya, dan cerdas, juga cantik dari segi fisik dan akhlaqnya. Di samping itu, ia juga memiliki sifat-sifat yang mulia. Semua kelebihan itu terkumpul pada dirinya.

Ayahnya bernama Khuwailid, salah seorang tokoh suku Quraisy yang sangat dihormati. Sedangkan ibunya adalah Fathimah, yang nasabnya bersambung kepada silsilah para nabi yang penuh berkah. Oleh sebab itu, Sayyidah Khadijah adalah istri yang nasabnya paling dekat kepada Nabi SAW.

Khadijah lahir di Mekah , Ia adalah putrid Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qusay. Sedang Nabi SAW adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf bin Qusay. Jadi keduanya masih dari satu garis keturunan Qusay.
Khuwailid, ayah Khadijah, adalah seperti kebanyakan anggota suku Quraisy Mekah, seorang saudagar. Setelah meninggalnya sang ayah,Khadijah mengurusi bisnis keluarga, dan dengan cepat mengembangkannya. Dengan keuntungan yang didapatnya, ia menolong kaum papa, para janda, anak-anak yatim, orang-orang sakit dan cacat. Kalau ada gadis-gadis miskin, Khadijah menikahkan mereka, dan memberikan mahar untuk mereka.
Khadijah sendiri adalah orang yang lebih senang tinggal di rumah, sedangkan saudara-saudara serta para sepupunya pun tidak menunjukkan ketertarikan untuk melakukan perjalanan bersama kafilah dagang. Karenanya, dia merekrut seorang agen manakala kafilah telah siap berangkat, ia merupakan seorang pedagang terkaya di Mekah.

Ibnu Sa’ad dalam kitab Tabaqat mengatakan bahwa kapan pun kafilah-kafilah Mekah berangkat dalam perjalanan mereka, muatan milik Khadijah setara dengan milik seluruh pedagang Quraisy lainnya. Dia memiliki ungkapan “sentuhan emas”, yaitu manakala ia menyentuh debu maka debu itu niscaya akan berubah menjadi emas. Sebab itulah penduduk Mekah memberinya julukan “Putri Quraisy” (The Princess of Quraisy). Mereka juga menyebutnya “Putri Mekah” (The Princess of Makkah).

Seluruh jazirah Arab merupakan masyarakat yang didominasi laki-laki. Perempuan tidak memeliki kehormatan, bagaimanapun hebatnya ia. Banyak orang Arab meyakini bahwa perempuan adalah pembawa sial, mereka memperlakukan perempuan lebih seperti binatang ternak daripada layaknya manusia. Dalam banyak kasus, mereka membunuh bayi perempuan mereka karena ketakutan, bahwa ia (anak perempuan) akan menjadi tawanan dalam perang antarsuku, dan karenanya menjadi budak musuh, dan statusnya sebagai budak akan membuat hina keluarga dan sukunya. Mereka membunuhnya dengan alasan takut miskin.

Islam menetapkan pembunuhan terhadap bayi perempuan sebagai kejahatan besar.
Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar” (QS Al-Isra : 31)

Khadijah menjadi incaran para pemuda dan pemuka Quraisy. Namun Allah memberikan karunia kepadanya untuk menjadi istri Nabi Muhammad SAW.

Selain dua gelar tadi, yang lebih menabjukan lagi, Khadijah juga mendapat julukan ath-Thahirah artinya “Yang Suci”. Hebatnya, gelar itu diberikan oleh bangsa Arab, orang-orang yang tersohor dengan keangkuhannya, kesombongannya dan fanatisme keunggulan kaum laki-lakinya. Tetapi, akhlak Khadijah merupakan teladan yang demikian konsisten, sehingga berhasil mendapat pengakuan dari mereka dan memanggilnya “Yang Suci”.

Orang Arab memanggilnya “Putri Mekah” karena kekayaannya, dan mereka memanggil ath-Thahirah disebabkan reputasinya yang suci, wanita yang berbudi luhur, dengan pribadi yang mulia. Oleh karena itu, maka tidak dapat dielakan lagi bahwa Khadijah menarik perhatian para tokoh dan pemuka Arab. Banyak dari mereka yang mengajukan lamaran kepadanya. Akan tetapi, ia tidak mengindahkannya. Tidak putus asa dengan penolakannya, mereka mencari laki-laki ataupun wanita yang berpengaruh dan memeiliki wibawa untuk menjadi perantara bagi mereka dengannya.

Penolakan Khadijah untuk menerima lamaran pernikahan yang diajukan oleh para petinggi dan penguasa tanah Arab menimbulkan banyak spekulasi laki-laki,seperti apakah yang ia inginkan? Akan tetapi, sang nasib mengetahui jawabannya ; ia akan menikah dengan seseorang yang tidak hanya terbaik di seluruh tanah Arab,tapi juga terunggul dan termulia dari seluruh penciptaan.

Pada awal tahun 595 M, para pedagang Mekah mengumpulkan kafilah musim panas mereka agar membawa dagangan mereka ke Syiria. Khadijah juga telah menyiapkan barang dagangannya, akan tetapi ia tidak mendapati seorang laki-laki yang akan berwenang sebagai agennya. Beberapa orang telah disarankan padanya, namun ia tidak puas.

Melalui beberapa kolega di serikat dagang Mekah, Abu Thalib mengetahui bahwa Khadijah sedang membutuhkan seorang agen untuk membawa barangnya bersama kafilah ke Syiria. Terpikir oleh Abu Thalib bahwa kemenakannya, Muhammad yang berusia 25 tahun,cocok untuk pekerjaan tersebut. Ia tahu bahwa Muhammad tidak mempuinyai pengalaman sebagai agen, tetapi ia pun tahu bahwa Muhammad akan lebih dari mengejar kekurangannya tersebut dengan bakat yang dimilikinya, ia yakin dengan kemampuan dan kapasitas kemenakannya.Karenanya, Abu Thalib menemui Khadijah.

Seperti kebanyakan penduduk Mekah lainnya, Khadijah juga telah mendengar tentang integritas Muhammad, orang-orang Mekah menyebutnya ash-Shadiq dan al-Amin. Ia merasa dapat mempercayai Muhammad secara lahir maupun bathin. Ia pun segera setuju untuk menunjuk Muhammad sebagai agennya. Ia mengutus budaknya Maisarah seorang musafir berpengalaman agar bersama Muhammad untuk membantunya dalam tugas tersebut.

Setelah hampir sebulan, kafilah tiba di Syria . Setelah beristirahat, mereka menjualya di pasar, sebagian dijual dengan tunai segaian lagi dengan cara barter dengan barang lainnya. Akhirnya, ketika seluruh transaksi penjualan dan pembelian telah selesai, kafilahpun kembali ke Mekah.

Kedatangan sebuah kafilah selalu membuat kegembiraan siisi kota . Sebagaimana kebiasaan lama para saudagar dan agen berbagai kafilah tersebut juga mambawa pulang pemberian serta oleh-oleh untuk kerabat dan sahabat. Setiap orang berhasrat melihat buah tagan yang mempesona di depan mata mereka, yakni berbagai kekayaan Syria serta kemewahan kekaisaran Persia dan Romawi.

Setelah memasuki Mekah, pertama-tama, Muhammad pergi ke pelataran Kab’ah di mana ia melakukan tawaf, kemudian pergi menemui Khadijah. Ia berikan detil laporan perjalanan serta trasaksi yang ia jalankan atas namanya. Maisarah, budak Khadijah memiliki cerita sendiri untuk diberitahukan pada Khadijah. Namun baginya jauh lebih menarik keberhasilan misi perniagaan tersebut, ialah karakter dan kepribadian Muhammad sebagai pegusaha. Ia katakana bahwa perhitungan Muhammad jitu, penilaiannya sempurna dan persepsinya tepat. Ia juga menyebutkan keramahan, kesopanan serta kerendahan hati Muhammad.

Khadijah tertarik pada cerita Maisarah, dan ia mengajukan banyak pertanyaan padanya perihal agen barunya, Muhammad. Tampak bahwa charisma dan kecakapan Muhammad telah memikat hati Khadijah, seperti Maisarah, ia pun menjadi pengagumnya. Akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagaimana kebanyakan laki-laki lain.

Diceritakan seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munyah, yang menjadi mak comblang, suatu hari menjumpai Muhammad pulang dari Ka’bah, dan Nafisah menghentikannya, percakapan berikut terjadi di antara mereka :
Nafisah : “Wahai Muhammad, engkau seorang pemuda dan masih lajang. Laki-laki yang jauh lebih muda darimu telah menikah, beberapa bahkan telah memiliki anak. Maka mengapa engkau tidak menikah ?”
Muhammad : “Aku tidak mampu menikah, kehidupanku masih bergantung kepada pamanku ”
Nafisah : “Apa pendapatmu seandainya engkau dapat menikah dengan seseorang perempuan cantik, kaya, berkedudukan dan mulia, tanpa mempedulikan kemiskinanmu?”
Muhammad : “Siapakah kiranya wanita itu ?”
Nafisah : ”Wanita itu adalah Khadijah putrid Khuwailid.”
Muhammad : “Khadijah ? Bagaimana mugkin Khadijah mau menikah denganku ? Engkau tahu bahwa banyak pemuka Arab yag kaya serta berkuasa, juga para ketua suku yang melamarnya, namun Khadijah menolak mereka.Tapi Jika dia setuju maka akupun setuju.”

Kemudian Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Pidato Abu Thalib saat pernikahan dan sebagai wali mempelai pria : “Segala puja dan puji bagi Allah, Pencipta langit dan bumi, dan syukur kepada-Nya untuk semua keberkahan, kemurahan, dan kasih-Nya. Dia mengirim kita ke dunia ini sebagai keturunan Ibrahim dan Ismail. Dia memberi kita wewenang atas masjid dan menjadikan kita penjaga-penjaga rumah-Nya “Ka’bah” yang aman dan suci bagi seluruh makhluk-makhluk- Nya.

Keponakanku, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, adalah orag terbaik di kalangan manusia karena kecerdasannya, kebijaksanaannya, kesucian keturunannya, kesucian kehidupan pribadinya, serta kehormatan keluarganya. Dia memiliki seluruh tanda-tanda untuk ditakdirkan menjadi orag besar. Dia menikahi Khadijah putri Khuwailid degan mahar 400 dirham emas. Aku nyatakan Muhammad dan Khadijah sebagai suami istri. Semoga Allah memberkahi mereka berdua”

Waraqah bin Naufal berdiri membacakan pidato pernikahan atas nama mempelai wanita : “Segala puja dan puji bagi Allah. Kami menyaksikan dan membenarkan bahwasanya Bani Hasyim sebagaimana yang telah engkau katakan. Tidak ada yang menolak keutamaan mereka, kami menginginkan pernikahan Khadijah dan Muhammad. Pernikahan mereka menyatukan dua rumah kita, dan bersatunya mereka merupakan sumber kebahagiaan besar bagi kita. Wahai penguasa Mekah, aku ingin kalian bersaksi bahwa aku menyerahkan Khadijah kepada Muhammad bin Abdullah dengan mahar 400 dirham emas. Semoga Allah SWT membuat pernikahan mereka bahagia”

Pernikahan Muhammad dan Khadijah tersebut adalah yang pertama dan terakhir di dunia ini. Ia adalah satu-satunya pernikahan di seluruh dunia yang mendapat berkah dari langit . Ia merupakan pernikahan yang tak terhitung dan terukurkan banyaknya keberkahan, baik dari langit maupun bumi.

Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengambil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib Rodhiallâhu ‘anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putri Fatimah yang memiliki dan mewarisi semua kemuliaan mereka berdua.

Pada suatu ketika Muhammad yang merasakan kegundahan hatinya melihat prilaku kaum Qurais pada saat itu, mendapat panggilan hati untuk melakukan perenungan di gua Hiro untuk memehon petunjuk Tuhannya atas apa yang harus ia perbuat untuk memperbaiki masyarakat pada saat itu.

Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan nabi Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu suaminya yang sedang menyendiri.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan beliau di dalam gua Hira’ pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu. Selanjutnya beliau Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam keluar dari gua menuju rumah beliau dalam kegelapan fajar dalam keadaaan takut, khawatir dan menggigil seraya berkata: “Selimutilah aku ….selimutilah aku …”.

Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab:”Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku”.

Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: “Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sungguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya engkau telah menyambung silaturahim, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.

Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.

Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.

Beliau adalah seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan juga beriman, berdiri mendampingi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantu beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban Nabi-Nya. Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau kembali ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ayat-ayat Al-Qur’an juga mengikuti (meneguhkan Rasulullah), Firman-Nya:

“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-Mu, bersabarlah!”(Al-Muddatsts

ir:1-7).

Sehingga sejak saat itu Rasulullah yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis. Khadijah a.s turut mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau. Diantara buah yang pertama adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat putrinya semoga Allah meridhai mereka seluruhnya.

Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya, akan tetapi Khadijah berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Beliau wujudkan Firman Allah Ta’ala:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedangkan mereka tidak diuji lagi?”. (Al-‘Ankabut:1-2).

Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh kemuliaan.

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan”. (Ali Imran:186).

Begitulah Sayyidah mujahidah tersebut telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka’bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala.

Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib r.a, kemudian menyusul,sang istri tercinta seorang mujahidah yang sabar -semoga Allah meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah.

Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.

Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Allah dan berjihad dijalan-Nya. Dalam hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemampuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid”.

Khadijahpun menjadi wanita teristimewa bagi Rasulullah, sehingga beliau tidak menikah lagi selama hidup bersama Khadijah. Demikian pula Rasulullah sering menyebut-nyebut nama Khadijah dan memuliakan dan mendudukkan nya ditempat yang paling agung dan mulia disisinya hingga akhir hayatnya

Dalam boikot yang kejam dan menyiksa, dilembah bakkah,
menderita dan terpenjara…..,
terlunta-lunta,
lapar memuncak, haus menggila, menjerit rintih, menusuk bagai duri,
dedaunanpun menjadi santapan terlezat,
ternikmat yang dirasa,

sementara tak ada lagi airmata yang tersisa,
pamanda tercinta Abu tholib pergi slamanya,
hilanglah sang benteng pertahanan,
yang senantiasa melindungi,
senantiasa mencintai…….

sementara tak ada lagi isak tangis yang keluar,

istri tercinta Khadijah Al-kubro sakit keras,
lemah dipembaringan,
dengan mata cekung,
dan tubuh yang kurus kering,…….wahai cintaku……
engkaulah permaisuriku,
yang relakan hidupmu menderita ,
berhiaskan tangis dan airmata,
berirama rintihan nestapa,
kala sedih….
kau menghiburku dengan senyum dan tawa,
kala putus asa ….kau merayu membangkitkan jihadku
kala buntu…kau menginfakkan hartamu,
Bidadari surgaku…..
biarkan cinta mendekapmu, memelukmu…..
dan pergilah dalam pelukan hatiku…….

seraya Khadijah al-Kubro tersenyum manis…..
bersama senyuman Cintanya……………
mengiringi belaian kasih sayangnya………

(disadur dari berbagai sumber) –  ( Abdurahman shahab )

By alisyatir Posted in Tokoh